Boleh Bucin, Tetapi Jangan Bodoh.

Menetap dengan ketulusan hati tersirat makna yang enggan ingin terucap. Kau pasti mengira aku sangat sebucin itu sampai-sampai kau tak pernah melihat ketulusanku. Apakah sekarang karena kata "bucin" sudah tidak ada lagi kata "tulus" yang dapat mewakili perasaanku padamu. Aku bahkan bertanya dengan semesta mengapa tulang rusuk sangat berdekatan dengan tulang belikat. Semua itu ada maksudnya, kata sang pujangga bilang. 

"Ah aku baik-baik saja tanpa tulang rusuk. Toh juga aku masih punya satu di dalam diriku."

Mengapa hai anak muda kau berkata seperti itu? Apakah kau sudah tidak percaya lagi dengan adanya cinta di dalam bumi ini? Apa karena kau terlalu mencintai gadis atau lelaki itu dengan sangat kau menjadi lemah dan menyebut dirimu budak cinta? Bagaimana jika kau ingin pulang tetapi kau tidak punya rumah untukmu berpulang? Pernahkah kau membaca bahwa,

"Bolehkah puan mengikat tulang belikatmu denganku? Agar puan bisa merendah untuk meredup bersama belikat dan rusuk yang terikat, supaya puan bisa menemukan rumah yang teduh dikala kau ingin pulang."

Jika kau mencintainya hendaklah mencintainya dengan akal sehat yang sadar, janganlah bodoh karena kau terlalu mencintainya. Bukankah sesuatu yang terlalu banyak akan tidak baik untuk kita. Belajarlah dariku, agar aku bisa menceritakan bagaimana mencintaimu dengan sederhana dan semampuku tanpa adanya paksaan cinta yang menekan perasaan sayang menjadikan kau lupa dengan segala hal. Aku ingin memelukmu dengan doaku, dan berharap bahwa kau tidak menjadi bodoh karnanya.

"Pulanglah bodoh ! Aku merindukamu."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aku // halu // bodoh

RAGU

belum sempat.