payung dan tanah.


Februari
20/02/2020
10:11



Menetaplah dengan segala hujan yang sedang merayakan kata tanya mengapa. Kau kebingunan bukan, dengan apa maksud dari kalimat sebelumnya? Berdiri sama tinggi layaknya cinta dengan kehangatan. Sudah berapa lama puan merindukan? Ketika kesendirian dalam tidurmu memeluk erat dalam kehangatan dengan rindu yang tiba-tiba bisa sampai di bibir mata. Kau seketika datang dengan payung hitam dan sandal berwarna hitam pula. Apakah kau sedang berduka? Tapi tunggu dulu. Raut mukamu mengapa sangat muram? Apakah kau terlalu kesesakkan memendam sepucuk rindu itu? Katakan, marilah mampir untuk berteduh dahulu denganku. Hembusan angin pun melambai, mengiringi sang waktu yang terus berlari. Tak terasa tanah yang kita injakpun semakin terasa semakin dingin, kau pun juga semakin bersua denganku mengelantur kesana kemari menceritakan segala ketimpangan dunia yang semesta berikan.
Lucu ketika ketika kita masih menikmati hangatnya riuh percakapan, ternyata aku hanya menikmati sosokmu yang dulu menemaniku. Kini ku menyadari lagi dibawah payung yang berlatarkan hujan dan tanah yang becek menghantarkanku pada betapa kehilangannya dirimu. Yang sudah tak lagi bersama ku. Kau lebih dulu meninggalkan cinta dan meninggalkan luka yang amat terasa sesak. Kau lebih dulu pergi dengan semesta dan lebih memilih meninggalkan ku dengan kedua lututku yang memar memaki liang kubur yang tertutup ini. Dariku yang berlayarkan cinta hanya menghina semesta dan mengutukki nya. Semoga aku cepat bertemu dengannya. Dan kembali bersua denganmu kekasih. Selamat tinggal kasihku mungkin kita akan berjumpa lagi pada kerinduan yang berikutnya.
“Aku begitu kehilanganmu, hingga aku lupa bahwa semesta telah menjemputmu terlebih dahulu. Selamat tinggal kekasih.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aku // halu // bodoh

RAGU

belum sempat.